Selasa, Februari 09, 2016

Cerpen : Hati yang Kau Sakiti


Oleh : Auria Dianing Cahya
Kriiing...kriiing...kriiing... Suara alarm jam mejaku berbunyi. Aku pun segera bangun, mengambil handuk, dan mandi. Byurrr...byurrr...byurrr... “Ah, segarnya,” kataku sembari keluar dari kamar mandi. Setelah itu, aku shalat Shubuh berjamaah bersama orang tuaku. Setelah shalat, aku menata kasur dan membersihkan kamar. Setelah itu, aku menata buku pelajaran yang dibawa nanti kesekolah. Aku sangat sibuk hari ini karena hari ini adalah hari pertamaku masuk sekolah baruku. Aku sangat senang sekali karena akan mendapat hal-hal baru dan menarik di sekolah baruku.
“Lyn, ayo cepat ganti baju dan sarapan. Sarapannya sudah siap, lho,” kata mama dari dapur.
“Ya, Ma. Aku sudah ganti baju dan aku akan segera kesana,” seruku dari kamar tidurku.
Aku berjalan ke ruang makan, sudah ada orang tuaku menunggu. “Ayo, kita makan,” kataku seraya duduk di kursi ruang makan. Nyam...nyam...nyam... Aku sarapan dengan lahap. “Ma, Pa, Ailyn mau berangkat dulu. Ailyn ingin datang kesekolah pagi,” kataku memohon kepada orang tuaku.”Ya, hati-hati di jalan. Belajar yang rajin,” kata papa sembari membaca koran di ruang tamu. “Ya, Pa,” kataku sembari berjalan keluar rumah untuk menaiki mobil. Pak Tejo, sopirku sudah menunggu.
“Wow, keren banget sekolahnya,” kataku sembari turun dari mobil. Aku berdiri di depan pintu gerbang sambil memandang sekolah baruku. Aku kagum banget! Nama sekolahnya adalah Greenvile Junior High School. Ini adalah sekolah termegah se-kota Catheryn. Aku berjalan menyusuri lorong kelas. “Itu dia, kelasku, 7D,” kataku seraya berjalan ke kelas baruku itu.
Saat di kelas, “Hai, namamu siapa?” tanya seorang murid.
“Namaku Ailyn, kalau kamu? Nama kamu siapa?” tanyaku balik.
“Namaku Velina. Dan ini Luna,” ia menjawab pertanyaaanku seraya memperkenalkan teman yang duduk di sampingnya.
“Kamu boleh duduk di belakangku,” kata Velina dengan ramah.
“Dengan senang hati,” jawabku lembut.
Tiba-tiba, ada yang jalan mendekatiku dan hanya sekedar menaruh tasnya di kursi sebelahku dan segera keluar dari kelas.
“Itu siapa, Velina?” tanyaku kepada Velina tentang orang itu tadi.
“Oh, itu Riana, sahabatku. Ia terburu-buru karena setiap pagi ia latihan vokal di ruang musik. Ia akan mewakili sekolah untuk lomba menyanyi se-Jawa Timur,” kata Velina panjang lebar.
Hebat, ya, batinku. “Oh, terima kasih, Velina,” kataku berterima kasih kepada Velina. Ia hanya membalas dengan senyuman.
Tiinngg...tiinngg... Bel berbunyi tanda jam pertama dimulai. Bu Anyelir, selaku wali kelas dan guru IPA kelas 7D menyuruhku untuk mengenalkan diri di depan kelas.
“Hai, semua. Perkenalkan, nama saya Ailyn Rosalia. Panggil saja Ailyn. Saya pindahan dari Frycil Junior High School, di kota Moore,” kataku memperkenalkan diri.
“Terima kasih, Ailyn. Silahkan kembali ke kursimu. Sekarang, kita mulai pelajaran IPA hari ini,” kata Bu Anyelir. Aku segera kembali ke kursiku.
Saat aku duduk, “Ailyn, boleh pinjam pensilnya?” kata Riana meminjam pensilku.
“Oh, boleh. Ini pensilnya,” kataku seraya mengeluarkan pensil dari tempat pensilku dan memberikannya kepada Riana.
“Pinjam dulu, ya?” tanyanya lagi.
“Ya, nggak apa-apa kok,” jawabku.
Tiinngg...tiinngg...tiinngg... bel istirahat berbunyi, anak-anak segera keluar dari kelas untuk membeli jajan di kantin. Aku tidak keluar dari kelas karena aku tidak ingin jajan hari ini.
“Lagi nggak mau jajan, to?” tanya Riana.
“Nggak, nggak jajan dulu,” jawabku.
“Mau kutemenin?” tanyanya lagi.
“Mau aja,” jawabku santai.
Aku dan Riana berbincang-bincang tentang apa yang Riana tanyakan kepadaku.
“Kok aku nggak diajak, sih? Ikutan dong!” tiba-tiba Velina datang. Ia baru saja dari kantin.
Tiba-tiba di tengah percakapan, “Riana, kita punya sahabat baru, lho,” kata Velina.
“Iya, nih! Kita punya sahabat baru, kamu, Ailyn,” seru Riana seraya menunjuk diriku.
“Terima kasih, lho sudah mau menganggap aku jadi sahabat kalian. Kelian memang baik, deh,” kataku.
“Kita senang, kok punya sahabat seperi kamu, ya kan, Velina?” seru Riana dan bertanya kepada Velina.
“Iya, betul, betul, betul,” jawab Velina.
Kita bertiga tertawa terbahak-bahak.
Bel pulang telah berbunyi, kami bertiga segera keluar dari kelas dan ke depan pintu gerbang seraya menunggu jemputan. “Aduuuh, sakit perutku,” kata Riana merintih kesakitan sambil memengang perutnya. “Kamu kenapa, Riana? Sakit to?” tanyaku dengan panik. “Kayaknya penyakitnya kambuh, dia kan punya penyakit maag,” kata Velina menjelaskan kepadaku. “Yaudah, ayo kita..,” perkataaanku terpotong karena mobil jemputanku sudah datang. “Maaf, ya. Aku mau pulang duluan. Dah..,” kataku. “Iya, dah..,” kata Riana dan Velina membalas lambaianku.
Hari kedua masuk sekolah, aku merasa sedih. Tidak ada yang sebangku denganku. “Riana tidak masuk sekolah karena penyakit maag-nya kambuh. Ia memang jarang makan dan suka makan yang pedas-pedas,” kata Velina kepadaku. “Sekarang, ia dibawa ke RS Nevillchild. Ia butuh istirahat total selama seminggu ini,” lanjut Velina. Huh, nggak seru! batinku. Hari-hariku terasa sepi walaupun Velina selalu menghiburku. Velina bingung melihatku yang selalu melamun di bangkuku.
Seminggu telah berlalu, aku ingin segera bertemu dengan sahabat sejatinya, Riana. Ia senang sekali hari ini. Saat smapai di sekolah dan masuk ke kelas, dilihatnya Riana sudah datang, tapi sama sekali tidak menyapanya.
“Hai, Riana! Bagaimana keadaanmu? Sudah membaik?” tanyaku.
Ia hanya memandangku dan tidak menjawab sapaanku. Diam, diam, dan diam membisu. Dia tidak ingin duduk denganku, ia duduk dengan Velina. Aku pun pindah duduk bersebelahan dengan Mega. Ia iri dengan Velina. Kenapa, sih, Riana tiba-tiba marah sama aku, aku kan nggak salah apa-apa, batinku. Aku selalu memikirkan kejadian itu berulang kali. Dan sampai mengganggu konsentrasiku untuk belajar. Bisa-bisa aku stres! Batinku.
Besoknya, “Riana, ku ajak kau ke Gatheryn Park setelah pulang sekolah. Aku ingin bicara kepadamu,” kataku. Ia hanya mengangukkan kepalanya, tak berbicara sepatah katapun.Wajahnya cuek, seperti tak punya salah apa-apa. Wajah tak berdosa.
Saat pulang sekolah, aku dan Riana pergi ke Gatheryn Park, taman Kota Catheryn. Kita pun duduk di kursi taman dekat kolam ikan.
“Riana, kenapa sih kamu nggak mau bicara  sama aku? Ada masalah denganku? Jujur saja,” tanyaku dengan nada marah.
“Aku benci sama kamu, kamu nggak mau bersahabat sama aku dan Velina,” jawab Riana.
“Kan aku udah jadi sahabat terbaik kalian, bukan?” kataku membela diriku sendiri.
“Buktinya, selama aku nggak masuk, kenapa kamu nggak mau sama Velina?” bentak Riana.
“Pokoknya, aku udah nggak sahabatan lagi sama kamu, aku benci kamu!” bentaknya lagi.
Saking jengkelnya, aku mengambil HP Riana yang ada di genggamannya dan melemparnya ke kolam ikan. “Woy, itu HP-ku! Kenapa kamu buang?! Pokoknya aku benci sama kamu. Benci banget!” bentak Riana dengan kesal. Ia lalu kembali pulang kerumahnya. Aku nangis dengan tersedu-sedu sambil berjalan pulang kerumah.
Sebulan aku nggak bicara, sepatah katapun sama Riana. Kadang aku bicara dengan Velina. Aku aslinya menyesal sudah membuat Riana marah kepadaku. Hingga suatu hari, aku berkunjung kerumah Riana. Aku bertemu dengannya dan aku minta maaf. Aku menggantikan HP-nya dengan HP baru yang kubelikan.
“Aku juga minta maaf, Ailyn. Aku juga merasa bersalah. Maafkan aku. Terima kasih atas HP-nya,” kata Riana.

Ternyata, Riana juga sadar akan kelakuannya. Mulai sekarang, aku, Riana, dan Velina kembali menjadi sahabat yang rukun dan SEJATI! Kita janji, kita tidak akan melakukan kesalahan yang fatal ini lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar