Kamis, Oktober 22, 2015

Antologi Cerpen : Rumah Kardus



Rumah Kardus
Oleh : Naufal Ahmad S.A

Ibu mengetuk pintu kamar Dhila. Dhila hanya diam termenung. Ibu mengetuk sekali lagi. Kali ini, Dhila menyerah. Dia membukakan pintu untuk ibunya. Dhila kembali duduk di kasurnya. Ibu mendekati Dhila yang sedang duduk menekuk wajahnya.”Dhila,tempat kerja ayah kan pindah ke kota besar.Makanya,kita juga harus pindah ke kota besar.Kalau ayah bolak-balik dari desa ke kota akan boros biaya ”kata ibu.”Biasanya kan di kota besar banyak kendaran, pasti panas, Bu. Terus, teman-teman di kota kebanya kan sombong ”jawab Dhila.”Tidak semuaanya sombong Dhila, kamu bisa cari sahabat yang baik,”kata ibu.”Baiklah kalu begitu ”sahut Dhila.
Dalam bayangan Dhila rumahnya yang baru nanti akan  besar seperti kotanya. Dhila juga membayangkan halaman yang hijau dan luas penuh dengan pot berisi bunga.
Keesokan harinya setelah salat Subuh, Dhila mengemasi barangnya sambil menunggu ibu selesai mandi. Tak lama kemudian, ibu keluar dari kamar mandi. ”Sudah,cepat mandi ! Bus antarkota akan berangkat pukul enam nanti ”ujar ibu sambil mendorong Dhila ke kamar mandi. Setelah mandi, Dhila bergegas ganti baju dan pergi ke ruang tamu. Setelah semuanya berkumpul, mereka berangkat ke terminal untuk mencari bus. Setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit, Dhila sangat terkejut.
Pada pagi harinya, ibu menghampiri Dhila.”Kamu belum tahu sekolahanmu di mana kan? Nah, nanti kamu seberangi sungai itu luruuuss…. Terus belok ke kanan sampai kamu melihat tulisan MTS Al-Islamiyah di sebelah kiri jalan ”jelas ibu panjang lebar. Dhila pun menuruti penjelasan ibunya dan segera berangkat sekolah. Saat belok, Dhila melihat rumah-rumah kardus. Dhila baru pertama kali melihatnya. Sesampainya di sekolahan, Dhila bertemu dengan dengan Bu Salma.
”Assalamu’alaikum, Bu ”salam Dhila.
”Wa’alaikumsalam. Oh, ini murid baru itu ya?”tanya Bu Salama.
Bu Salma kemudian mengantar Dhila menuju kelasnya, kelas VII B. Saat waktu istirahat tiba, Dhila bertemu dengan teman barunya yang bernama Santi. Mereka asyik mengobrol bersama di kantin.
Sepulang sekolah Dhila meletakkan tasnya dan istirahat sebentar di atas kasur,dan menulis cerita kecil di dalam buku diarynya.


Hari ini aku bertemu dengan sahabat baruku, ia bernama Santi. Santi adalah seorang perempuan yang cantik dan baik hati. Ia berambut pirang,hidungnya agak mancung, kulitnya putih, tubunya tinggi,dan suka warna hijau. Ia tinggal di Jakarta bersama kedua orang tuanya dan ketiga adiknya.
Semoga aku dan Santi menjadi sahabat sejati
 









Tiba-tiba ia teringat dengan perumahan kardus.”Kulihat tadi ada rumah-rumah kardus di belokan ketika berjalan ke sekolah.Apakah ada penghuninya?”bisik Dhila pada dirinya sendiri,penasaran.”Besok aku mau lihat,ah?”lanjutnya.
Pada pagi harinya Dhila berangkat sekolah bersama Santi, teman barunya. Saat di belokan Dhila melihat-lihat rumah kardus.
”Kamu penasaran,ya?”tanya Santi.
”Tidak, aku hanya melihat saja ada penghuninya atu tidak “jawab Dhila dengan singkat.
”Kamu punya teman nggak di situ?”Tanya Dhila balik kepada Santi
.”Punya, namanya Siti “jawab Santi.”Nanti,pulang sekolah aku kenalan sama dia ya?”sahut Dhila.”Oke ”ujar Santi.
Sore tiba, saatnya pulang sekolah. Santi sudah berjanji untuk memperkenalkan Siti kepada Dhila.”Ti,ini Dhila, teman baruku ”Santi memperkenalkan Siti kepada Dhila.”Dhila”ucap Dhila sambil mengulurkan tangannya.”Siti ”balas Siti sambil menjabat tangan Dhila yang terulur. Mereka asyik mengobrol di rumah Siti.
Seperti biasa Dhila dan Santi pergi ke sekolah pagi-pagi sekali. Sesampainya di sekolah, Dhila dan Santi meletakkan tasnya di bangkunya masing-masing. Saat itu, kelas masih sepi. Jadi, Dhila dan Santi mengobrol tentang rencana mereka untuk mewawancarai Siti pulang sekolah. Tak lama kemudian, bel masuk berbunyi,anak-anak masuk ke kelasnya masing-masing.
Pak Caksono, guru Bahasa Indonesia itu, langsung memberi salam.”Anak-anak,karena pelajaran kita di bab satu sudah selesai, kita akan mengulang pelajaran di kelas lima SD. ”Kalian tahu apa itu?”tanya Pak Caksono. Semua murid diam.”Wawancara!”seru Pak Caksono sambil menulis kata wawancara di papan tulis. Dhila dan Santi saling pandang. Itu sesuai dengan rencana mereka sepulang sekolah.
Sore hari sepulang sekolah, mereka berangkat bersama ke perumahan kardus, tempat tinggal Siti. Sesampainya di rumah Siti, mereka masuk lalu menjelaskan maksud kedatangan mereka untuk mewawancarai Siti. Mereka menanyakan tentang cita-cita, tentang kehidupannya selama di rumah kardus,dan apa yang Siti lakukan jika siang hari.
Pukul 06.00 pagi semua murid kelas VII A sampai VII C mengikuti senam dengan Pak Wayoso, guru olahraga mereka. Selesai senam, Dhila mengecek tas plastiknya untuk memastikan seragam yang dia bawa lengkap. Karena tidak mempertahatikan jalan, Dhila menabrak Karin.
”Eh.maaf,maaf “ucap Dhila sambil memasukkan baju seragam Karin.
”Aduh,tidak usah dibereskan,biar aku saja “kata Karin.
”Kamu Dhila kan? Aku Karin ”kata Karin sambil tersenyum.
Dhila membalas, ”Iya,aku Dhila, hai Karin, senang bertemu denganmu “
Setelah ganti baju, Dhila segera duduk disamping Santi. Tiba-tiba pandangan Dhila tertuju ke arah Karin.”Santi,Karin sepertinya marah. Kenapa ya?”Tanya Dhila sedikit takut.”Aku tidak tahu.Dia dulu mantan sahabatku. Kami berpisah karena Karin jahat, ia menjelekkan Siti dihadapanku “cerita Santi dengan suara sedikit pelan.
Pada malam hari Dhila dan orang tuanya makan malam di ruang tengah. Dhila melihat ayahnya sedang dilanda kebingungan.
”Ayah kok bingung?”Tanya Dhila.
”Ayah dapat tugas dari bos. Ayah disuruh mencari lahan kosong untuk membangun rumah pameran ”cerita ayah.”Dhil,
Kemudian ayah bertanya, “kamu kenal dengan Karin kan?”
”Karin anak VII B?”Dhila balik bertanya,
 ayahnya mengangguk.”Ya,Dhila kenal “jawab Dhila.”Itu anak bos ayah,kalian harus akrab ya!”kata ayah kemudian.
Di tengah perjalanan menuju ke sekolah. Dhila menceritakan sesuatu kepada Santi.Santi terkejut. Namun, ada yang lebih mengejutkan. Saat di kelas, Karin  menulis bahwa dia ingin berkelompok bersama Santi untuk mengerjakan tugas wawancara.
”Maaf,Rin.Aku sudah berkelompok dengan Dhila ”ucap Santi lirih.
“Apa!!! Kamu kok gitu Ti? Ya sudah aku berkelompok dengan yang lainnya saja ” teriak Karin
“Sudahlah Ti, kita batalkan saja wawancara kita “hibur Dhila.”Enggak mau, pokoknya wawancara kita harus dikumpulkan hari ini! Besok kita juga harus menunjukkan tempat wawancara kita ke Pak Caksono “seru Santi berapi-api.
Keesokan harinya Dhila dan Santi pergi bersama ke sekolah pagi-pagi seperti biasanya. Saat melewati perumahan kardus, Dhila melihat beberapa orang dengan jas mengeluarkan secara paksa para peenghuni rumah kardus. Dhila ingin bertanya, tetapi Santi menarik Dhila untuk melanjutkan perjalanan.”Apa ada yang salah?”tanya Santi, heran.”Ayo,aku ajak keluar sebentar!”ajak Santi sambil menarik Dhila. Dhila dan Santi di depan jendela kelas. Dhila menengok ke arah kanan, dia melihat asap hitam tebal telah muncul, Dhila terkejut.
”Ada apa Dhil?”tanya Santi.
”Itu asap tebal dari perumahan kardus,Santi? Perumahan kardus dibakar “seru Dhila sambil ketakutan.
”Mungkin itu dari tempat sampah. Biarlah Dhila, kita pasti bisa”Santi menenangkan.
Pelajaran Bahasa Indonesia kini tengah berlangsung. Pak Caksono menagih janji murid-muridnya untuk menunjukkan tempat wawancara. Kini giliran Dhila dan Santi menunjukkan tempat perumahan kardus. Pak Caksono dan semua anak kelas VII B mengikutinya.Santi berhenti di sebuah belokan. Dhila dan Santi tercengang melihat perumahan kardus telah dimakan oleh si jago merah.”Inikah yang kalian maksud perumahan itu?”tanya pak Caksono.”Pak, waktu itu wawancaranya ada di rumah kardus kok ”jelas Dhila sambil kebingungan.”Kalian pasti berkhayal, mana ada perumahan kardus?”ujar salah satu anak VII B.Dhila dan Santi lalu menunduk malu dan sekaligus sedih. Karin tertawa kecil. Dia senang mereka dapat nilai C.
Sore itu Santi ada di kamar Dhila. Mereka sedang memikirka usaha untuk membuat Pak Caksono percaya.”Bagaimana kalau kita bergotong-royong membangun perumahan kardus ”usul Dhila.”Baiklah kalau begitu, besok kita kumpulkan kardus-kardusnya “santi setuju dan kemudian bergegas pulang ke rumahnya. Tiba-tiba ayah datang dari kantor dengan wajah berseri-seri. Sepertinya,ayah sudah mendapatkan lahan untuk pameran.
”Santi,ada sms dari temanmu “panggil ibu di ruang tengah. Santi yang duduk termenung segera berjalan menuju ke ruang tengah. Dia perhatikan layar ponsel, nama Karin terpampang disana. Santi terkejut setelah membacanya. Dia kecewa kepada Karin karena yang membakar rumah kardus adalah Karin, tetapi dia menghargai minta maaf Karin.Kemudian Santi memaafkannya.
Pagi itu Santi menceritakan suatu hal kepada Dhila.”Eh.kemarin malam Karin sms aku. Dia minta maaf kepada kita karena ternyata yang membakar rumah kardus adalah Karin. Dia juga ikut rencana kiata hari ini untuk membangun rumah kardus “cerita Santi panjang lebar.
Pukul 11.00 siang. Mereka bertiga sudah siap untuk mencari kardus di rumah-rumah warga dengan membawa gerobak milik ayah Santi.”Kardus bekas! kardus bekas! kardus bekas! kami beli pak,bu!”teriak mereka bertiga. Sudah dua jam mereka mencari kardus-kardus bekas di rumah warga, hasilnya cukup memuaskan.”Eh,kalian tahu dimana para penghuni perumahan kardus?”Tanya santi,penasaran.”Kata ayahku mereka di kolong jembatan “jawab Karin sambil menyesal.”Kita harus kesana! Kita harus memberi tahu mereka kalau kita akan membantu mereka “ajak Dhila.”Oke,aku punya dua sepeda di samping rumah “seru Santi. Setelah mengayuh sepeda sekitar 10 menit. Mereka menemukan banyak orang disana,termasuk Siti.
“Siti!”panggil Dhila dengan keras.
“Dhila,Santi,Karin!!”seru Siti senang.
Mereka pun berpelukan sebentar.”Maafkan aku ya, Siti ”ucap Karin dengan kepala tertunduk.”Ah, tidak apa-apa. O ya, apa yang membuat kalian kesini?”Tanya Siti.”Kami berencana membangun rumah kardus kembali “jelas Dhila.”Setuju “Tanya Santi.”Mmm,akan kuber jawabannya besok “jawab Siti.”Baiklah, kami pulang dulu ya “salam Santi.
Keesokan harinya sepulang sekolah mereka bertiga menyerahkan kardus hasil mereka di berikan ke Pak Paijo, kepala perumahan kardus. Para penghuni rumah kardus bergtong-royong membangun rumah kardus bersama Siti, Karin, Dhila,dan Santi.
Setelah goton royong selesai, mereka bertiga kembali pulang ke rumahnya masing-masing. Karin duduk dikasurnya, ia merenungkan tentang lahan yang luasnya sama dengan perumahan kardus, untuk digunakan sebagai tempat pameran. Tiba-tiba ide muncul di kepalanya.”Nah,di belakang perumahan kardus ada lahan kosong. Kalau pameran di bangun di situ maka pengunjungnya harus melewati rumah kardus. Nah,supaya lebih menarik, rumah-rumah itu di cat saja ”pikir Karin. Kemudian Karin langsung menyampaikan idenya tersebut kepada ayahnya. Ayahnya pun menerima gagasan itu dengan senang hati. Akhirnya pada pameran itu Dhila ,Santi, Siti,dan Karin saling bertemu dan mereka menjadi sahabat sejati selamanya.

                                                                                         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar