Rumah
Kardus
Oleh :
Naufal Ahmad S.A
Ibu mengetuk pintu kamar Dhila. Dhila hanya diam termenung. Ibu
mengetuk sekali lagi. Kali ini, Dhila menyerah. Dia membukakan pintu untuk
ibunya. Dhila kembali duduk di kasurnya. Ibu mendekati Dhila yang sedang duduk
menekuk wajahnya.”Dhila,tempat kerja ayah kan pindah ke kota besar.Makanya,kita
juga harus pindah ke kota besar.Kalau ayah bolak-balik dari desa ke kota akan
boros biaya ”kata ibu.”Biasanya kan di kota besar banyak kendaran, pasti panas,
Bu. Terus, teman-teman di kota kebanya kan sombong ”jawab Dhila.”Tidak semuaanya
sombong Dhila, kamu bisa cari sahabat yang baik,”kata ibu.”Baiklah kalu begitu ”sahut
Dhila.
Dalam bayangan Dhila rumahnya yang baru nanti akan besar seperti kotanya. Dhila juga
membayangkan halaman yang hijau dan luas penuh dengan pot berisi bunga.
Keesokan harinya setelah salat Subuh, Dhila mengemasi barangnya
sambil menunggu ibu selesai mandi. Tak lama kemudian, ibu keluar dari kamar
mandi. ”Sudah,cepat mandi ! Bus antarkota akan berangkat pukul enam nanti ”ujar
ibu sambil mendorong Dhila ke kamar mandi. Setelah mandi, Dhila bergegas ganti
baju dan pergi ke ruang tamu. Setelah semuanya berkumpul, mereka berangkat ke terminal
untuk mencari bus. Setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit, Dhila
sangat terkejut.
Pada pagi harinya, ibu menghampiri Dhila.”Kamu belum tahu
sekolahanmu di mana kan? Nah, nanti kamu seberangi sungai itu luruuuss…. Terus
belok ke kanan sampai kamu melihat tulisan MTS Al-Islamiyah di sebelah kiri
jalan ”jelas ibu panjang lebar. Dhila pun menuruti penjelasan ibunya dan segera
berangkat sekolah. Saat belok, Dhila melihat rumah-rumah kardus. Dhila baru
pertama kali melihatnya. Sesampainya di sekolahan, Dhila bertemu dengan dengan
Bu Salma.
”Assalamu’alaikum, Bu ”salam Dhila.
”Wa’alaikumsalam. Oh, ini murid baru itu ya?”tanya Bu Salama.
Bu Salma kemudian mengantar Dhila menuju kelasnya, kelas VII B. Saat
waktu istirahat tiba, Dhila bertemu dengan teman barunya yang bernama Santi. Mereka
asyik mengobrol bersama di kantin.
Sepulang sekolah Dhila meletakkan tasnya dan istirahat sebentar di
atas kasur,dan menulis cerita kecil di dalam buku diarynya.
|
Hari ini aku
bertemu dengan sahabat baruku, ia bernama Santi. Santi adalah seorang
perempuan yang cantik dan baik hati. Ia berambut pirang,hidungnya agak
mancung, kulitnya putih, tubunya tinggi,dan suka warna hijau. Ia tinggal di
Jakarta bersama kedua orang tuanya dan ketiga adiknya.
Semoga aku dan
Santi menjadi sahabat sejati
|
Tiba-tiba ia teringat dengan perumahan kardus.”Kulihat tadi ada
rumah-rumah kardus di belokan ketika berjalan ke sekolah.Apakah ada penghuninya?”bisik
Dhila pada dirinya sendiri,penasaran.”Besok aku mau lihat,ah?”lanjutnya.
Pada pagi harinya Dhila berangkat sekolah bersama Santi, teman
barunya. Saat di belokan Dhila melihat-lihat rumah kardus.
”Kamu penasaran,ya?”tanya Santi.
”Tidak, aku hanya melihat saja ada penghuninya atu tidak “jawab
Dhila dengan singkat.
”Kamu punya teman nggak di situ?”Tanya Dhila balik kepada Santi
.”Punya, namanya Siti “jawab Santi.”Nanti,pulang sekolah aku
kenalan sama dia ya?”sahut Dhila.”Oke ”ujar Santi.
Sore tiba, saatnya pulang sekolah. Santi sudah berjanji untuk
memperkenalkan Siti kepada Dhila.”Ti,ini Dhila, teman baruku ”Santi
memperkenalkan Siti kepada Dhila.”Dhila”ucap Dhila sambil mengulurkan
tangannya.”Siti ”balas Siti sambil menjabat tangan Dhila yang terulur. Mereka
asyik mengobrol di rumah Siti.
Seperti biasa Dhila dan Santi pergi ke sekolah pagi-pagi sekali. Sesampainya
di sekolah, Dhila dan Santi meletakkan tasnya di bangkunya masing-masing. Saat
itu, kelas masih sepi. Jadi, Dhila dan Santi mengobrol tentang rencana mereka
untuk mewawancarai Siti pulang sekolah. Tak lama kemudian, bel masuk
berbunyi,anak-anak masuk ke kelasnya masing-masing.
Pak Caksono, guru Bahasa Indonesia itu, langsung memberi
salam.”Anak-anak,karena pelajaran kita di bab satu sudah selesai, kita akan
mengulang pelajaran di kelas lima SD. ”Kalian tahu apa itu?”tanya Pak Caksono. Semua
murid diam.”Wawancara!”seru Pak Caksono sambil menulis kata wawancara di papan
tulis. Dhila dan Santi saling pandang. Itu sesuai dengan rencana mereka
sepulang sekolah.
Sore hari sepulang sekolah, mereka berangkat bersama ke perumahan
kardus, tempat tinggal Siti. Sesampainya di rumah Siti, mereka masuk lalu
menjelaskan maksud kedatangan mereka untuk mewawancarai Siti. Mereka menanyakan
tentang cita-cita, tentang kehidupannya selama di rumah kardus,dan apa yang Siti
lakukan jika siang hari.
Pukul 06.00 pagi semua murid kelas VII A sampai VII C mengikuti
senam dengan Pak Wayoso, guru olahraga mereka. Selesai senam, Dhila mengecek
tas plastiknya untuk memastikan seragam yang dia bawa lengkap. Karena tidak
mempertahatikan jalan, Dhila menabrak Karin.
”Eh.maaf,maaf “ucap Dhila sambil memasukkan baju seragam Karin.
”Aduh,tidak usah dibereskan,biar aku saja “kata Karin.
”Kamu Dhila kan? Aku Karin ”kata Karin sambil tersenyum.
Dhila membalas, ”Iya,aku Dhila, hai Karin, senang bertemu denganmu
“
Setelah ganti baju, Dhila segera duduk disamping Santi. Tiba-tiba
pandangan Dhila tertuju ke arah Karin.”Santi,Karin sepertinya marah. Kenapa
ya?”Tanya Dhila sedikit takut.”Aku tidak tahu.Dia dulu mantan sahabatku. Kami
berpisah karena Karin jahat, ia menjelekkan Siti dihadapanku “cerita Santi
dengan suara sedikit pelan.
Pada malam hari Dhila dan orang tuanya makan malam di ruang tengah.
Dhila melihat ayahnya sedang dilanda kebingungan.
”Ayah kok bingung?”Tanya Dhila.
”Ayah dapat tugas dari bos. Ayah disuruh mencari lahan kosong untuk
membangun rumah pameran ”cerita ayah.”Dhil,
Kemudian ayah bertanya, “kamu kenal dengan Karin kan?”
”Karin anak VII B?”Dhila balik bertanya,
ayahnya mengangguk.”Ya,Dhila
kenal “jawab Dhila.”Itu anak bos ayah,kalian harus akrab ya!”kata ayah
kemudian.
Di tengah perjalanan menuju ke sekolah. Dhila menceritakan sesuatu
kepada Santi.Santi terkejut. Namun, ada yang lebih mengejutkan. Saat di kelas, Karin menulis bahwa dia ingin berkelompok bersama
Santi untuk mengerjakan tugas wawancara.
”Maaf,Rin.Aku sudah berkelompok dengan Dhila ”ucap Santi lirih.
“Apa!!! Kamu kok gitu Ti? Ya sudah aku berkelompok dengan yang
lainnya saja ” teriak Karin
“Sudahlah Ti, kita batalkan saja wawancara kita “hibur
Dhila.”Enggak mau, pokoknya wawancara kita harus dikumpulkan hari ini! Besok
kita juga harus menunjukkan tempat wawancara kita ke Pak Caksono “seru Santi
berapi-api.
Keesokan harinya Dhila dan Santi pergi bersama ke sekolah pagi-pagi
seperti biasanya. Saat melewati perumahan kardus, Dhila melihat beberapa orang
dengan jas mengeluarkan secara paksa para peenghuni rumah kardus. Dhila ingin
bertanya, tetapi Santi menarik Dhila untuk melanjutkan perjalanan.”Apa ada yang
salah?”tanya Santi, heran.”Ayo,aku ajak keluar sebentar!”ajak Santi sambil
menarik Dhila. Dhila dan Santi di depan jendela kelas. Dhila menengok ke arah
kanan, dia melihat asap hitam tebal telah muncul, Dhila terkejut.
”Ada apa Dhil?”tanya Santi.
”Itu asap tebal dari perumahan kardus,Santi? Perumahan kardus
dibakar “seru Dhila sambil ketakutan.
”Mungkin itu dari tempat sampah. Biarlah Dhila, kita pasti
bisa”Santi menenangkan.
Pelajaran Bahasa Indonesia kini tengah berlangsung. Pak Caksono
menagih janji murid-muridnya untuk menunjukkan tempat wawancara. Kini giliran
Dhila dan Santi menunjukkan tempat perumahan kardus. Pak Caksono dan semua anak
kelas VII B mengikutinya.Santi berhenti di sebuah belokan. Dhila dan Santi
tercengang melihat perumahan kardus telah dimakan oleh si jago merah.”Inikah
yang kalian maksud perumahan itu?”tanya pak Caksono.”Pak, waktu itu
wawancaranya ada di rumah kardus kok ”jelas Dhila sambil kebingungan.”Kalian
pasti berkhayal, mana ada perumahan kardus?”ujar salah satu anak VII B.Dhila
dan Santi lalu menunduk malu dan sekaligus sedih. Karin tertawa kecil. Dia
senang mereka dapat nilai C.
Sore itu Santi ada di kamar Dhila. Mereka sedang memikirka usaha
untuk membuat Pak Caksono percaya.”Bagaimana kalau kita bergotong-royong
membangun perumahan kardus ”usul Dhila.”Baiklah kalau begitu, besok kita
kumpulkan kardus-kardusnya “santi setuju dan kemudian bergegas pulang ke
rumahnya. Tiba-tiba ayah datang dari kantor dengan wajah berseri-seri. Sepertinya,ayah
sudah mendapatkan lahan untuk pameran.
”Santi,ada sms dari temanmu “panggil ibu di ruang tengah. Santi yang
duduk termenung segera berjalan menuju ke ruang tengah. Dia perhatikan layar
ponsel, nama Karin terpampang disana. Santi terkejut setelah membacanya. Dia
kecewa kepada Karin karena yang membakar rumah kardus adalah Karin, tetapi dia
menghargai minta maaf Karin.Kemudian Santi memaafkannya.
Pagi itu Santi menceritakan suatu hal kepada Dhila.”Eh.kemarin
malam Karin sms aku. Dia minta maaf kepada kita karena ternyata yang membakar
rumah kardus adalah Karin. Dia juga ikut rencana kiata hari ini untuk membangun
rumah kardus “cerita Santi panjang lebar.
Pukul 11.00 siang. Mereka bertiga sudah siap untuk mencari kardus
di rumah-rumah warga dengan membawa gerobak milik ayah Santi.”Kardus bekas!
kardus bekas! kardus bekas! kami beli pak,bu!”teriak mereka bertiga. Sudah dua
jam mereka mencari kardus-kardus bekas di rumah warga, hasilnya cukup
memuaskan.”Eh,kalian tahu dimana para penghuni perumahan kardus?”Tanya
santi,penasaran.”Kata ayahku mereka di kolong jembatan “jawab Karin sambil
menyesal.”Kita harus kesana! Kita harus memberi tahu mereka kalau kita akan
membantu mereka “ajak Dhila.”Oke,aku punya dua sepeda di samping rumah “seru
Santi. Setelah mengayuh sepeda sekitar 10 menit. Mereka menemukan banyak orang
disana,termasuk Siti.
“Siti!”panggil Dhila dengan keras.
“Dhila,Santi,Karin!!”seru Siti senang.
Mereka pun berpelukan sebentar.”Maafkan aku ya, Siti ”ucap Karin
dengan kepala tertunduk.”Ah, tidak apa-apa. O ya, apa yang membuat kalian
kesini?”Tanya Siti.”Kami berencana membangun rumah kardus kembali “jelas
Dhila.”Setuju “Tanya Santi.”Mmm,akan kuber jawabannya besok “jawab
Siti.”Baiklah, kami pulang dulu ya “salam Santi.
Keesokan harinya sepulang sekolah mereka bertiga menyerahkan kardus
hasil mereka di berikan ke Pak Paijo, kepala perumahan kardus. Para penghuni
rumah kardus bergtong-royong membangun rumah kardus bersama Siti, Karin, Dhila,dan
Santi.
Setelah goton royong selesai, mereka bertiga kembali pulang ke rumahnya
masing-masing. Karin duduk dikasurnya, ia merenungkan tentang lahan yang
luasnya sama dengan perumahan kardus, untuk digunakan sebagai tempat pameran. Tiba-tiba
ide muncul di kepalanya.”Nah,di belakang perumahan kardus ada lahan kosong. Kalau
pameran di bangun di situ maka pengunjungnya harus melewati rumah kardus. Nah,supaya
lebih menarik, rumah-rumah itu di cat saja ”pikir Karin. Kemudian Karin
langsung menyampaikan idenya tersebut kepada ayahnya. Ayahnya pun menerima
gagasan itu dengan senang hati. Akhirnya pada pameran itu Dhila ,Santi, Siti,dan
Karin saling bertemu dan mereka menjadi sahabat sejati selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar