Kamis, Oktober 22, 2015

Antologi Cerpen : Teman yang Tak Kembali



Teman yang Tak Kembali
Oleh : Dimas Atoul Ibad

Suatu hari ada sebuah keluarga kecil di perumahan yang tak jauh dari kota. Keluarga kecil itu terdiri dari ayah, ibu, dan 1 anak. Anak itu bernama Fadil. Fadil yang yang berusia 12 tahun itu kesal dengan perilaku ayahnya setiap hari yang selalu bertengkar dengan ibunya.
“Bu, kenapa sih perilaku ayah akhir-akhir ini berbeda?” tanya Fadil kepada ibu. “Ibu juga tidak tahu kenapa perilaku ayah akhir-akhir ini berbeda,” sahut ibu.
Suatu saat ketika ayah baru pulang dari kantor, ia langsung memberitahu ibu bahwa ia akan menceraikan ibu. Fadil yang langsung mendengar ucapan ayah tak kuasa membendung air yang berlinang dari matanya seraya mengatakan di dalam hatinya, “Andai aku sudah dewasa, aku akan melawan ayah dan membela Ibu. Besoknya pun Ayah, Ibu, dan Fadil berangkat ke pengadilan untuk mengurusi perceraian ayah dan ibu. Ketika sidang berlangsung, hakim membacakan surat pernyataan bahwa Fadil akan diasuh oleh ayahnya.  
“Bu, jangan pergi, jika ibu pergi aku dengan siapa?” ucap Fadil dengan memegangi tangan ibunya yang halus. “Tenang saja Nak, ayah pasti akan mengasuhmu dengan baik seperti ibu mengasuhmu,” kata ibu dengan berlinang air mata.
Seusai dari pengadilan Fadil pun pulang tidak bersama ibunya lagi, melainkan bersama ayahnya. Sesampai di rumah ayah berkata, “Ayah akan menikah lagi.”
 “Kenapa ayah akan menikah lagi?” tanya Fadil. “Ayah akan mencarikan ibu yang lebih baik untuk kamu,” jawab ayah menurunkan suaranya.
Satu bulan kemudian ayah menikah lagi. Setelah menikah ternyata istri ayah merantau ke luar negeri dan meninggalkan satu orang anak. Anak itu bernama Irsyad. Irsyad sangat dimanja oleh ayah, Fadil pun merasa geram melihat perlakuan ayah.
 “Syad, kamu di sini cuma numpang ya, bukan menjadi anak Ayah,” kata Fadil dengan nada tinggi kepada Irsyad. Ayah pun langsung memukul dan memarahi Fadil. Fadil pun tidak betah di rumah. Dia pergi ke rumah temannya yang bernama David. David adalah sahabat sejati Fadil dari kecil.
 “Ada apa Dil kamu ke rumahku? tumben, biasanyakan kamu jarang ke rumahku,” tanya David seraya membersihkan rumah.
  “Iya nih, aku tidak betah di rumah, aku merasa diduakan oleh ayahku semenjak kedatangan Irsyad, anak ibu tiriku,” jawab Fadil dengan nada kesal.
 “Ya sudahlah, kalau kamu tidak betah di rumah, kamu boleh menginap di rumahku, aku akan siap menemanimu jika kamu bosan di rumah,” kata David dengan perasaan senang.
“Terima kasih temanku, kau memang teman sejatiku,” ucap Fadil dengan memeluk tubuh David.
Setelah dari rumah David, Fadil pulang ke rumahnya. Ternyata sesampai di rumah, Irsyad dibelikan sepeda baru oleh ayah. Sepeda itu pun dipamerkan Irsyad kepada Fadil.
“Syad, kamu jangan sombong ya di sini, jika kamu sombong aku tidak segan-segan memukul kamu, memang kamu ini siapa di sini,” kata Fadil kepada Irsyad dengan nada tinggi. Ayah pun tahu hal itu, ia tidak segan-segan memarahi Fadil. Fadil pun sangat geram dan tidak betah di rumah, ia pergi dari rumah. Ia menuju rumah David untuk menginap.
Sesampai di depan rumah David ia diberitahu oleh tetangga David bahwa David terkena sakit parah di rumah sakit. Lantas ia langsung pergi ke rumah sakit dimana David dirawat. Sesampai di rumah sakit ia langsung menuju kamar David. Sesudah sampai di kamar David ia bertanya kepada David, “Vid, kamu sakit apa? kok, sampai masuk rumah sakit begini.”
 “Aku terkena radang selaput otak (meningitis),” ucap David sambil merintih kesakitan di kepalanya.
 “Waduh kasihan sekali kamu, kalau begitu aku akan menemanimu, memberimu dukungan, dan menjagamu supaya kamu lekas sembuh,” kata Fadil dengan memegangi tangan David.
  “Terima kasih temanku, kau memang teman sejatiku dikala aku senang maupun sedih,” sahut David dengan senyum di mulutnya.
Setelah itu David berpesan kepada Fadil, “Dil,  kalau kamu punya masalah dengan keluargamu, kamu jangan menghindar dari masalah itu, karena kalau kamu menghindar, kamu akan mendapat masalah yang baru, dan itu akan membuat kamu menjadi semakin lebih menjauh dari keluargamu. Oleh karena itu, kamu harus sabar dan tabah dalam menjalani masalah itu, karena Tuhan akan selalu membantumu.”
 “Terima kasih juga Vid, kamu sudah mendukungku dalam keadaanku yang seperti ini, aku akan selalu mengingat kata-katamu itu selama hidupku,” ucap Fadil dengan senyum di wajahnya.
Jam menunjukkan pukul 00.30, Fadil lalu keluar dari kamar David dirawat, ia pergi keluar untuk mencari suasana segar. Ia pergi ke warung di depan rumah sakit, ia membeli secangkir kopi. Setelah itu ia pergi ke mushola dekat rumah sakit, ia beristirahat sejenak di mushola itu, kemudian ia melakukan shalat malam, setelah shalat, ia mempunyai firasat buruk akan menimpa David. Lalu firasat itu tidak dihiraukan oleh Fadil, Fadil pun pulang ke rumahnya. Ternyata dalam perjalanan menuju rumahnya, dia bertemu dengan ibunya yang yang mengendarai mobil.
 “Bu, aku sangat kangen sekali dengan Ibu, bagaimana dengan kabar Ibu?” ucap Fadil kepada ibunya dengan perasaan yang gembira.
“Ibu baik-baik saja, lantas apa yang sedang terjadi padamu saat ini?” tanya ibu kepada Fadil.
 “Bu, aku mempunyai teman, temanku itu terkena meningitis. Aku juga pergi dari rumah, karena ayah menikah lagi, dan istrinya itu mempunyai anak, setiap hari aku selalu ribut dengan anak itu.  Pada suatu ketika ayah tahu keributanku, ayah langsung marah dan memukulku, aku menjadi tidak betah di rumah, lalu aku meninggalkan rumah sampai sekarang dan belum kembali. Aku sangat kesal pada waktu itu, seolah-olah hari itu menjadi hari tersial bagiku,” ucap Fadil kepada ibunya.
 “Wah..., kasihan sekali kamu Nak, kamu menjadi tersiksa ketika Ibu pergi,” kata ibu dengan perasaan sedih di hatinya.
Setelah lama berbincang-bincang, mereka berhenti di suatu masjid untuk melaksanakan shalat subuh. Setelah shalat subuh, Fadil meminta ibunya untuk menghentikannya di perempatan jalan. Lalu ia tidak kembali pulang ke rumahnya, ia malah kembali ke rumah sakit untuk menjenguk David. Ketika sampai di rumah sakit, ternyata David sudah agak membaik keadaannya.
 “Vid, keadaanmu sudah agak membaik daripada tadi malam, aku sangat senang melihatmu sekarang,” ucap Fadil kepada David.
 “Iya Dil, aku sudah agak membaik, ini berkat doa dan dukunganmu, terima kasih Dil,” kata David dengan merendah.
 “Iya, sama-sama,” ucap Fadil kepada David.
Kemudian pada suatu malam, David meminta dibelikan jus jambu merah oleh Fadil. Fadil pun menyetujuinya.
 “Terima kasih ya Dil, kamu sudah mau membelikanku jus,” ucap David.
 “Tidak usah terima kasih, ini kan kewajibanku sebagai sahabat,” kata Fadil. Setelah meminum jus, mereka pun tertidur lelap.
Besoknya pun Fadil terkejut ketika terbangun dari tidur, “Lho, di mana David, kok tidak ada di tempat tidur. Dia pun langsung menuju ruang administrasi untuk mencaritahu di mana keberadaan David. Setelah tahu keberadaan David, Fadil pun langsung tertunduk lesu tak berdaya. Ternyata David berada di kamar jenazah, dia meninggal ketika Fadil sedang tertidur lelap.
 “Oh tidak..., teman yang selalu memberiku nasihat kini telah tiada, hanya kenanganlah yang selalu kuingat selalu,” kata Fadil sembari memegang kepalanya.
 Tak lama kemudian ibu Fadil datang untuk menjenguk David. “Hai Dil, ada apa denganmu?” tanya ibu kepada Fadil.
 “Aku sangat sedih dan berduka cita Bu, karena temanku David kini telah tiada. Dia meninggal dunia tadi malam ketika aku sedang tertidur lelap,” ucap Fadil sambil memeluk ibunya yang baru datang.
 “Sungguh sangat malang nasibmu, ibu akan ikut sedih jika kau menangis begitu, ikhlaskan kepergian David untuk selama-lamanya! Dia tidak akan mungkin kembali lagi ke dunia ini,” kata ibu kepada Fadil. Fadil pun menuruti kata-kata ibu.
Besoknya kemudian David dikubur di pemakaman umum dekat rumahnya. Setelah David dikubur, Fadil baru teringat akan firasatnya kemarin. Ternyata firasatnya itu adalah David meninggal dunia. Lantas ia merenungi sifat-sifat baik David yang diberikan kepadanya. Ia menjadi tidak sedih lagi karena mengingat kebaikan David.
 Ia berkata, “Jika aku terus bersedih dan tidak ikhlas akan kepergian David, ia tidak akan tenang di sana, ia juga akan ikut sedih melihatku begini. Semoga dia tenang di alam sana, kebaikan dan jasanya akan selalu kukenang. Dia memang sahabatku yang tak tergantikan walaupun dia tak akan pernah kembali lagi,” begitulah kata-kata Fadil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar