Selasa, Februari 09, 2016

Antologi Cerpen : Bulan yang Takkan Retak

Bulan yang Takkan Retak
Oleh: Kamila

 Jam menunjukkan pukul 9.30 WIB waktu pelajaran jam ke-4 telah selesai dan waktu istirahat pun tiba. Pada hari itu, siswa kelas 5 banyak yang berpuasa sunnah Senin-Kamis. Meskipun banyak siswa yang berada di dalam kelas, namun suasana di dalam kelas tampak sepi karena mereka fokus pada laptop masing-masing. Sedangkan teman yang tidak puasa menuju ke kantin untuk membeli makanan ringan dan memakannya di luar kelas karena mereka semua ingin menghormati teman yang sedang berpuasa.
Di kelas itu, ada empat sahabat yang bernama Asma, Nadia, Dita, dan Rasti. Nadia sebangku dengan Asma, sedangkan Dita sebangku  dengan Rasti. Keempat sahabat itu selalu bersama dalam suka maupun duka. Salah satu di antara mereka ada yang bercita-cita menjadi seorang fotografer sehingga ke mana saja dan di mana saja selalu membawa kamera yaitu Rasti. Pada hari itu, yang berpuasa hanya Rasti dan Asma. Sedangkan Nadia dan Dita tidak berpuasa, akan tetapi yang pergi ke kantin hanya Nadia karena Dita bilang bahwa dia sedang sibuk mengerjakan tugas.                                                                 
“Dit, ayo ke kantin!” ajak Nadia
“Nggak ahh .... tugasku numpuk nih....,” tanggap Dita
Waktu pelajaran masuk jam ke-5 Nadia serta teman-temannya pun masuk ke kelas menuju ke bangkunya masing-masing. Saat Nadia menuju ke bangkunya dan menengok ke lacinya dan ternyata laptopnya sudah tidak ada. Spontan Nadia berteriak  dengan lantang, ”Aaaaaaa....laptopku hilang,” Teman-teman yang semula fokus pada laptop masing-masing, seketika itu pandangan mereka semua langsung tertuju pada Nadia. Lalu Rasti menghampiri Nadia dan berusaha untuk menenangkannya. Waktu itu, guru yang biasa mengajar pada jam tersebut sedang ada halangan jadi di kelas 5 sedang jam kosong.
Nadia yang kehilangan laptop pun kebingungan mencari laptopnya ke sana-ke mari dan berharap supaya laptopnya segera ditemukan. Di tengah-tengah Nadia mencari laptop salah seorang sahabatnya yaitu Dita menghampiri dan membisiki Nadia.
“Nadia, aku tahu siapa yang telah mengambil laptopmu,” bisik Dita.
“Siapa, Dit?” tanya Nadia dengan wajah penasaran.
“Pasti Asma, dia kan bangkunya di sampingmu dan hanya dia yang tahu di mana kamu menyimpan laptopmu. Aku yakin bahwa dia yang telah mencuri laptopmu  karena aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bahwa dia melirikkan matanya ke setiap sudut. Setelah situasi terlihat aman dia mulai menggerakkan tangannya menuju ke arah lacimu lalu ia memasukkannya ke dalam tasnya. Kemudian saat waktu istirahat telah habis dia langsung pura-pura tidur dengan pulas,” jelas Dita.
“Kalau nggak percaya, kamu geledah aja tasnya pasti ada laptopmu,” tambah Dita. Karena bagi Nadia pernyataan Dita cukup meyakinkan, ia pun percaya dengan ucapannya.
Teng...teng...tong...teng, bel tanda masuk pelajaran jam keenam berbunyi. Seketika itu, Asma mengucek-ucek matanya karena ia telah tertidur selama pelajaran kelima, Nadia menghampirinya dengan wajah kesal, tanpa pikir panjang ia pun langsung menuduhnya yang enggak-enggak. “Kamu kan yang ngambil laptopku? Alah ngaku aja, mana mungkin ada maling yang ngaku, kalo maling ngaku pasti penjara penuh. Mana bawa sini tasmu biar aku geledah,” ujar Nadia. Reflek, Asma langsung meneteskan air matanya.
“Kamu ini ngomong apa sih..? Mana mungkin aku mengambil laptop sahabatku sendiri. Ini tasku geledah aja kalau nggak percaya,” ujar Asma sambil memberikan tasnya kepada Nadia.“Alah sok nggak tau lagi...,” sahut Nadia.
Setelah menggeledah tas Asma, Nadia pun akhirnya menemukan laptopnya. Asma yang awalnya percaya diri, ia berfikir pasti tidak ada laptop di tasnya karena ia tidak mempunyai laptop sama sekali, seketika itu Asma langsung terkejut dan tidak percaya dengan apa yang telah ditemukan oleh Nadia. Asma pun tetap tidak mau mengakuinya ia tetap teguh dengan pendiriannya. “Tidak mungkin aku mencuri laptopmu dalam hidupku aku berjanji tidak akan mencuri, apa lagi hari ini aku sedang berpuasa,” ucap Asma. Nadia pun keluar kelas dan menuju ke ruang guru ia segera melaporkan kejadian yang telah terjadi dan menuduh Asma di hadapan wali kelasnya yang bernama Pak Dadang. Setelah mendengar semua laporan Nadia Pak Dadang tidak tinggal diam beliau segera menuju ke kelas untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya.
“Apakah kamu benar yang mencuri laptopnya Nadia?” tanya Pak Dadang kepada Asma.
“Tidak Pak, saya tidak mencuri laptopnya Nadia,” jawab Asma sambil menggelengkan kepalanya. Berbagai pertanyaan pun dilontarkan Pak Dadang kepada Asma dengan harapan supaya masalahnya cepat terselesaikan. Kemudian Pak Dadang memanggil Nadia dan bertanya kepadanya, “Dari mana kamu tahu kalau Asma yang telah mencuri laptopmu? Dan apa buktinya?”
“Dita Pak, yang memberi tahu saya. Buktinya laptop saya ada di dalam tasnya Asma,” jawab Nadia ia pun merasa bukti itu cukup kuat. Di tengah-tengah saat Pak Dadang menanyai Nadia, HP Pak Dadang berdering dan beliu langsung meninggalkan kelas. Kemudian Nadia memanggil Dita harapannya supaya ia dapat membantu menyelesaikan masalah.
Lalu salah seorang sahabat mereka yaitu Rasti datang menghampiri mereka dengan membawa sebuah kamera kesayangannya. Dengan wajah penasaran Nadia bertanya kepada Rasti, “Sepertinya ada yang mau kamu bicarakan ya....? Jika iya apa yang mau kamu bicarakan?”
“Sebenarnya ada yang mau aku bicarakan, tapi...... nanti ajalah sepulang sekolah, nanti kita kumpul di Taman Kirta ya.... Ntar aku akan ceritakan semuanya,” tanggap Rasti
Mereka menjawab dengan serentak, “ OK,”
Sepulang sekolah mereka bersama-sama menuju ke Taman Kirta kecuali Asma karena dia bilang ada acara keluarga yang sangat penting.
 “Ayo ceritakan!” pinta Nadia
“Sebenarnya..., yang mencuri laptomu itu Dita bukan Asma. Tadi aku melihat Dita sedang mengendap-endap seperti hendak menuju ke bangkumu. Kemudian aku mengikuti dari belakang dengan membawa sebuah kamera. Ketika dia menengok kanan kiri, ia pikir  tidak ada yang melihatnya dan saat ia menoleh ke arahku, aku pura-pura aja baca buku. Dia pun memulai aksinya setelah ia mendapatkan laptopmu langsung ia memasukkan ke dalam tas Asma. Sedangkan saat itu Asma sedang tertidur pulas. Pas kejadian itu aku langsung memotretnya,” jelas Rasti.
“Nggak mungkin Dita yang mencuri laptopku! Orang dia aja yang ngasih tau aku kalo Asma yang mencuri laptopku,” ucap Nadia dengan rasa tidak percaya.
“Apa buktinya?” tanggap Nadia
“Ini buktinya,” jawab  Rasti sambil memperlihatkan foto yang ada di kameranya.
“Jangan percaya sama Rasti, bisa saja kan itu hasil editan. Dia sama Asma kan sama-sama puasa jadi bisa saja mereka bersekongkol,” sahut Dita. Nadia sangat mudah dipengaruhi, Dita pun memanfaatkan keadaan itu untuk membalas dendamnya. Nadia yang semakin tidak percaya akhirnya meninggalkan semua teman-temannya, yang membuat kumpulan manusia itu juga bubar dengan rasa kecewa yang masih menyelimuti Rasti, tapi kemenangan untuk Dita.
Hari berikutnya ketika Nadia lewat di depan toilet, secara tidak sengaja ia mendengar suara Dita.
“Akhirnya aku bisa membalas dendamku pada Asma,” gerutu Dita.
“Apa.....dendam? Apa maksudmu?” tanya Nadia dengan wajah kesal sambil menghampiri Dita. Dita pun terpaksa menceritakan semuanya kepada Nadia.
“Aku yang telah mengambil laptopmu dan menaruhnya ke dalam tas Asma. Aku ingin membalaskan dendamku kepada Asma karena dia pernah menyakiti perasaanku. Meskipun dia telah minta maaf padaku mengatakan kalau ia tidak sengaja. Akhirnya aku melakukan hal itu supaya dia dibenci kalian semua,” terang Dita.
“Oohhh jadi pas aku ajak ke kantin kamu nggak itu gara-gara mau ngrencanain semuanya,” ujar Nadia.
“Iya...,tapi aku udah menyesal kok...karena aku baru merasa kalau aku sudah membuat persahabatan kita menjadi renggang,” sesal Dita.
“Tapi tidak begitu juga caranya, kan bisa dibicarakan baik-baik. Sekarang kamu harus menemui Asma untuk meminta maaf kepada mereka,” Tanggap Nadia seraya berjalan menuju ke kantin untuk menemui Asma dan Rasti. Sesampainya di kantin, Dita langsung memeluk Asma dan meminta maaf atas perbuatannya.
“Maafkan aku ya...aku telah membohongi kalian semua....,” ucap Dita dengan memohon sambil kepada ketiga sahabatnya.
“Maafkan aku juga ya...,” pinta Asma.
“Iya...jadi kita tetep sahabat kan...,” sahut Dita.
“Ya iyalah..., Sahabat Selamanya,” teriak Nadia dan Rasti seraya mengajak berpelukan.
Saat itu juga mereka berjanji tidak akan saling mengkhianati satu sama lain dan tetap menjaga persahabatannya sampai mati.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar