Sabtu, Januari 30, 2016

Puisi : Untukmu Kawan


Untukmu Kawan


Kawan, izinkan aku tuk bicara

Kenapa kau berubah kawan?

Kau yang dulunya jenaka sekarang malah segalak macan Afrika

Pemimpin kerajaan kalian yang rela berkorban  malah kau caci dan kau anggap tak adil

Kau melepaskan dirimu dari kerajaan kita yang telah berdiri setahun lamanya dan membentuk kerajaan baru

Kau hanya mementingkan keinginanmu di atas kepentingan kerajaan kita

Kau yang dulunya menjadi teladan karena ketaatanmu sekarang menjadi pembangkang

Kau yang kelihatan senang dengan kerajaan kita malah menjelek jelekkan di belakang

Aku tahu , Manusia pasti mengalami perubahan. Tapi bukankah perubahan ini tak terharapkan oleh kita?

Manusia memang memiliki perbedaan. Tapi bukankah perbedaan membuat kita berwarna? Apakah kau tahu pelangi kawan?

Pelangi yang terdiri dari banyak warna berkarakter berbeda. Tapi mereka bisa bersatu membentuk kurva yang indah setelah rintik air turun menghunjam bumi.

Kawan, kerajaan kita telah berdiri satu tahun lamanya. Apakah kau tega begitu saja menghancurkan diam diam dengan

perubahanmu ini?

Kawan, kita memang berbeda tapi kita adalah kerajaan yang satu.

Bersama kita melangkah, bersama kita berhenti

bersama kita bermimpi, bersama kita mencapainya.

bersama kita terjatuh, bersama kita bangkit lagi.

Bersama kita berjuang di jalan-NYA

Kita berbagi matahari yang sama

Kita berbagi samudra yang sama

Kita memandang langit yang sama

Kita adalah KERAJAAN

Dan kerajaan itu bernama ...

DIRECTION


Karya: Rahma P
29 Januari 2016

Senin, Januari 25, 2016

Antologi Cerpen : Kutemukan Empat Mentari di Sini

Kutemukan Empat Mentari di Sini
Oleh : Anita

            PLAKKK...., suara tamparan Ayah pada Ibu. Aku pun terkejut saat baru saja membuka pintu. Tanpa mereka sadari aku mendengarkan percakapan mereka dari balik pintu.      
     “Ternyata selama ini dugaan ku benar, kamu berselingkuh di belakangku.”  ujar Ibu .
     “Kalau kamu tetap menuduh aku berselingkuh.... TERSERAH !” bentak Ayah .
            Aku pun lari sambil menangis menuju kamarku . BRUAAAK ...!! suara pintu yang kubanting. “Kenapa hidupku seperti ini?” renungku. “Lupakan, lupakan, lupakan,” teriakku. Ternyata semakin aku melupakan peristiwa tadi semakin aku ingat peristiwa tadi. Aku tak kuat lagi menahan semua ini “Sssss... HAahhhh!!” teriakku. Kubanting koperku di atas kasur, kumasukkan semua baju-bajuku ke dalam koper.
            Diam-diam aku melewati lorong rumahku untuk menuju pintu belakang. Sekitar pukul 17.30 aku berhasil keluar dari rumah. Aku pun menyusuri jalan raya sambil menendangi sebuah kaleng kosong. Takkkk.... kaleng itu terkena kepalla orang akhirnya aku pun dikejar kejar.
     “Aduh...siapa yang melemparku kaleng,” teriak orang itu sambil sejenak melihatku.
     “Oooo...kamu,” ucap orang itu sedang kesal.
     “Lari...” teriakku.
Sampailah aku di pemukuman warga. Aku bergegas mencari tempat sembunyi.
     “Nah, itu,” ucapku senang.
Aku langsung menuju ke tempat jemuran salah satu warga dan sembunyi di sana sambil jongkok. Setelah sembunyi di sana sudah sedikit lama aku pun menghela nafas dan berdiri untuk meneruskan perjalan ke rumah nenek.
Tiba-tiba....
     “Ooo.. kamu sembunyi di sini,” ucap orang yang mengejarku yang tiba-tiba muncul dari belakang sambil memasang wajah marah.
Aku pun ketakutan sambil memohon maaf terus menerus.
     “Maaf pak, tadi saya cuman iseng taunya malah kena bapak,” jelasku pada bapak itu.
     “Oke saya maafkan tapi jangan kamu ulangi lagi, ngomong-ngomong malam-malang kayak gini kamu mau kemana bawa koper besar pula?” tanya orang itu.
    “Saya kabur dari rumah pak, ini masalah keluarga saya pak saya tidak bisa cerita sama bapak,” jelasku pada bapak itu.
     “Ya sudah kamu mau kemana, saya antar,” tawaran bapak itu padaku.
     “Saya mau ke rumah nenek saya, bapak mau antar saya ke jalan di depan saya untuk menunggu angkot,” pintaku pada bapak itu.
     “Oke ayo cepat naik.” Suruh orang itu.
Akhirnya orang itu mengantarku ke jalan raya.
            Setelah sampai di sana bapak berpamitan kepadaku untuk segera pulang.
     “Nak sampai sini aja ya bapak mau pulang,” pamit bapak padaku.
     “Iya pak, ga apa apa, makasih lho pak,” ucapku pada bapak.
Bapak pun langsung meninggalkanku di jalan. Aku pun termenung sendirian.
     “Harus apa aku, tak ada uang untuk naik angkutan umum,” ucapku lirih .
     “Eh.... Aku kan masih punya uang simpanan,” pikirku.
     “Tapi, cukup enggak ya untuk naik angkutan umum sampai rumah nenek?” tanyaku dalam hati, sambil menggaruk-garuk kepala . Akhirnya aku memberanikan diri.
            Sampailah aku di rumah nenek. Aku mengetuk rumah nenekku yang megah . Tok..tok...tok..., suara pintu yang ku ketuk.
     “Nek ini aku Jer Sausan cucumu,” teriakku sambil mengetuk pintu.
     “Iya, sebentar,”suara nenekku berteriak dari dalam.
Nenekpun membukakan pintu rumah.
     “Lho.. nak, kenapa kamu kesini malam-malam, naik apa kamu tadi?” tanya nenek padaku. “Nek, Sausan capek, kita cerita di dalam saja ya,” pintaku. Aku menceritakan semua peristiwa tadi sore. Nenek pun terkejut mendengarkan ceritaku. Karena aku takut penyakit asma nenek kambuh aku langsung mengalihkan pembicaraan.
     “Nek.. sekolahkanku di tempat yang baru!” Aku memohon.
     “Mengapa ingin sekolah di tempat baru?” heran nenek.
     “Aku tidak kuat tinggal dengan ayah dan ibu,” jawab ku .
      “Baiklah,” jawab nenek.
            Keesokan harinya nenek mengantarku ke sekolah baruku yaitu “Mantric School” ini adalah sekolah tata krama di sini para siswi diajari tentang sopan satun contohnya tata cara makan yang benar bagi perempuan, cara berbicara, cara berjalan dan lain-lainnya. Di sekolah ini para siswi diwajibkan tinggal di asrama.
            Hari pertamaku di Mantric School diawali masuk kelas tata krama berbicara. Di sini kami mengawalainya dengan perkenalan.
     “Ayo anak anak supaya kita bisa lebih akrap dan agar bisa kenal satu sama lain , ibu panggil satu satu  maju ke depan kelas untuk memperkenal kan diri,” ujar bu guru.
     “Baiklah bu....,” jawab kami serentak.
     “Dimulai dari bangku paling pojok dan dilanjutkan oleh bangku seterusnya,” ucap bu L.
     “Perkenalkan... hehehe. Namaku Jerry Naumin aku berasal dari Jakarta,” dengan wajahnya yang tanpa dosa. Dilanjutkan dengan ku.
     “Aku Jer sausan, asli orang Jowo,” kukatakan dengan logat jawa kentalku.
     “Saya I Caca Endy, orang Bali asli,” Caca berkata dengan lemah lembut.
     “Beta Oxaun Ibet, anak tunggal keluarga Sumarno dari Papua,” dengan sombongnya.
     “Gue, Entric Miar,” dia katakan dengan cuek.
     “Emm..sebentar anak-anak, Ibu mohon logat bicaranya dari masing-masing daerah dihilangkan, ini adala dimohon berbicara memakai bahasa Indonesia yang baik,” ucap bu L.
            Kami berlima yaitu Jerry Naumin, I Caca Endi, Oxaun Ibet, Entric Miar, dan aku Jer Sausan. Kami dipilih menjadi satu kamar. Pagi itu hari pertama kami di asrama. Kami bangun sangat pagi sekali.
     “Hoam..,” Jerry Naumin menguap.
Jerry Naumin memasuki kamar mandi paling awal dia mandi sangat lama. Sambil menunggu giliran mandi kami mempunyai rutinitas masing-masing.Aku sibuk menata tempat tidur, Oxaun Ibet membaca buku barunya, Entric Miar sedang mngutak atik alat yang diberikan pamannya.
            Setelah sekian lama.“Kira-kira Naumin ngapain ya di dalam kamar mandi, lama amat?” tanya I Caca Endy.
     “Tidur kali,” jawab Entric Miar bermaksud bercanda.
     “Bisa diem gak?” bentak Oxaun Ibet.
Sejenak terdiamlah semuanya. Naumin pun keluar dari kamar mandi dan duduk di meja riasnya untuk memulai merapikan rambutnya yang bergelombang itu. Kami pun bergantian untuk mandi dan setelah semua sudah siap untuk berangkat, kami bergegas menuju ke dapur asrama dan segera duduk.
     “Menu sarapan pagi ini apa ya?” tanya ku.
     “Menunya nasi goreng dengan makanan penutupnya puding coklat hangat serta minumannya jus jambu biji,” jawab koki ramah.
Setelah sarapan kami bergegas menuju ke kelas. Kelas hari ini adalah kelas tata krama berjalan. Pelajaran pertamanya adalah berjalan dengan hak tinggi setinggi 11 cm dan diatas kepala diberi dua tumpuk buku yang tebalnya 3 cm.
            Setelah pelajaran diakhiri mereka berlima menuju ke asrama untuk melakukan kegiatan selanjutnya yaitu berkebun di kebun kaca lantai tiga asrama selatan.
     “Wih... baru kali ini ni aku berkebun, ternyata seru ya?” kagum Entric Miar
     “Dari kecil aku setiap minggu berkebun dengan kedua orang tua ku, tetapi sekarang tidak,” kataku.
     “Mengapa tidak, kamu kan masih mempunyai kedua orang tua,” jawab Jerry Naumin.
     “Kedua orang tuaku sudah bercerai semenjak aku sekolah disini...,” aku pun bercerita panjang lebar kepada mereka.
     “Maaf ya, aku tidak bermaksud untuk mengingatkan kamu kepada orang tuamu,” sesal Jerry Naumin padaku.
     “Iya, ga papa kok,” jawabku sambil tersenyum manis.  
Setelah kami usai berkebun kami segera menuju ke kamar. Tetapi sebelum kami menuju ke kamar kami menuju ke ruang ganti terlebih dahulu. Tetapi aku tidak ikut ke ruang ganti aku langsung menuju ke kamar.
     “Temen-temen aku ke kamar dulu ya aku mau nganbil sesuatu,” pamitku.
Ceritanya aku mau bikin kejutan buat mereka. Karena aku besok ulang tahun aku meletakkan undangan ultahku di atas kasur mereka. Setelah beberapa saat mereka masuk ke kamar, aku kebingungan untuk bersembunyi di mana.
     “Aduh..!! mereka menuju ke sini. Sembunyi di mana aku ini? bingungku dengan berlarian ke sana ke sini.
Akhir nya aku bersembunyi di belakang pintu kamar mandi.CEKLEK! suara teman-teman ku membuka pintu. Mereka masuk kamar sembari bercanda. Tak lama.
     “Hmm.. apa itu?” tanya Caca.
     “Sepertinya undangan ulang tahun untuk kita berempat,” jawab Oxaun Ibet.
 Setelah mereka baca, mereka mengetahui bahwa itu undangan dariku.

To My Friend : empat sahabatku
Hi, Friends, aku memberikan undangan ini dalam acara ulang tahunku yang ke-14 pada:
Hari                             : Sabtu
Tanggal                                    :  31 Desember 2014
Tempat dan waktu         : Restoran Choiyoung, 19.00-21.00
Ku tunggu, lho kehadiran kalian.....
Salam: Jer Sausan

 
     “Rupanya besok Jer Sausan ulang tahun,” ucap Caca terdengar dari kamar mandi.
   






 “Aku ingin ke kamar mandi, mengambil baju yang ku tinggal,” sahut Naumin.
Aku mendengar ucapan Naumin, aku bingung sekali bagimana caranya agar aku tidak ketahuan di kamar mandi, tetapi akhirnya aku mendapatkan akal. Aku mengirim pesan pada koki asrama agar menolongku dengan cara memanggil anak anak untuk makan siang. Kebetulan sekali saat itu memang waktunya makan siang.
     “Anak-anak waktunya makan siang,” teriaknya sambil mengelilingi asrama.
Keempat sahabatku langsung menuju ke dapur asrama.
     “Sepertinya ada yang kurang dech, tapi apa ya?” tanya Entric Miar.
     “O iya, Jer Sausan,” teriak mereka serentak.
     “ Aku disini, kalian ini baru ku tinggal sebentar aja udah kangen, gimana ku tinggal selamanya,” sahutku dengan maksud bercanda.
     “Mulai dehc GRnya, tetapi memang iya sih, kita kan sahabat jadi kurang satu rasanya ada yang hilang,” gumam Naumin dengan sedikit kealayannya.
Kamipun berjalan menuju dapur asrama sambil bercanda gurau.
     “Dari mana kamu dari tadi? ngomong ngomong makasih ya undangannya,” ucap Oxaun Ibet.
     “Iya.. makasih ya,” sahut ketiga sahabatku.
     “Oke, jangan lupa datang lho besok, dari mana ya... emm..emm iya dari kamar mandi iya itu he,em he he he,” ucap ku sambil menggaruk garuk kepala.
            Keesokan harinya pukul19.00. Semua para undangan sudah datang di acara ulang tahunku dan akan segera dimulai.
     “Aku dari tadi tidak melihat keempat sahabatku, mereka kemana ya?” tanyaku dalam hati.
Ternyata mereka berada ditengah-tengah para undangan. Aku pun segera menemui mereka. Aku sangat kagum melihat mereka sangat cantik-cantik sekali.
     “Wow.... kalian cantik-cantik sekali menggunakan gaun-gaun itu,” kagumku pada mereka berempat.
    “Iya..kan kita perempuan jadinya ya cantik, dasar kamu ini,” jawab Naumin.
     “Tapi beneran lho malam ini kalian itu beda banget,” jelasku pada mereka.
     “Tapi bener juga sih, kamu juga kok CANNTIIKK... banget,” ucap Naumin bermaksud membuatku GR.
     “Yuk..Yuk..Yuk kedepan acaranya mau dimulai,” ajakku sambil menggandeng mereka.
Acarapun dimulai tepat pukul19.15 dan diakhiri pukul 21.30.
            Saat disekolah keesokan harinya kami mulai membincangkan acara ulang tahuku kemarin saat di kantin.
     “Acaranya kemarin seru banget walaupun selesainya molor,” kata Caca sambil senyum senyum sendiri.
     “Iya seru banget, tahun depan undang kami lagi ya,” pinta Naumin padaku.
     “Oke, bisa...bisa, tapi aku juga mau dong kalian undang nanti saat kalian ulang tahun,” rayuku pada mereka.
     “BERES.....,” jawab mereka.
Teng...teng..teng...
Suara lonceng berbunyi dan kami pun bergegas menuju ke kelas untuk memulai pelajaran selanjutnya. 
            Beberapa bulan kemudian, sudah lama kami menjalani rutinitas di sekolah. Tibalah liburan semester. Aku dan sahabat-sahabatku mempunyai ide untuk berlibur bersama ke Paris.
     “Eh.. papa aku kan punya perusahaan penerbangan,” ucap Oxaun Ibet
     “Kebetulan sekali, boleh juga itu,”jawab I Caca Endy.
Kami pun segera menghubungi orang tua untuk meminta izin. Dan ternyata semua diizinkan untuk berlibur bersama, tetapi hanya aku yang tidak diizinkan oleh nenekku karena beliau takut aku tidak ada yang mengawasi. Tetapi setelah aku meyakinkannya lagi aku akhirnya diperbolehkan tetapi agak berat.Akhirnya kami berangkat.
            Di bandara kami segera masuk ke dalam pesawat agar tidak ketinggalan pesawat. Setelah sampai di sana kami disambut dengan pameran busana karya designer-designer terkenal.
     “Bajunya keren-keren...,” teriak Naumin.
     “Bener banget, gak sia-sia kita kesini,” ucap I Caca Endy.
Sesudah puas melihat pameran busana, kami langsung menuju tujuan kami selanjutnya yaitu menara Eiffel.
     “Foto-foto yuk. Buat kenang-kenangan,” ajak Jerry Naumin.
     “Yuk, yuk, yuk,” jawab Oxaun Ibet semangat.
Tanpa kami sadari karena terlalu asik berfoto-foto, Entric Miar tidak berada bersama kami.
     “Eh dari tadi aku tidak melihat batang hidung si cewek unik itu,” kata Naumin.
     “Memang kemana dia?” tanya ku.
     “Ke kamar mandi mungkin,” jawab I Caca Endy

Setelah kami menunggu terlalu lama kami pun sepakat untuk menyari Entric Miar. Kami akhirnya menyerah karena si unik itu tidak diketemukan. Kami pun tidak tahu harus apa . 

Antologi Cerpen : Sesingkat Ini Kah?

Sesingkat Ini Kah?
Oleh: Aizza
            Hari ini Viona senang sekali karena ia akan pindah ke Kediri. Viona emang sering pindah dari satu kota ke kota lain, karena memang tempat bekerja ayahnya juga berpindah-pindah. Sesampainya di rumah barunya ia langsung membersihkan dan membereskan rumah. Ketika selesai membersihkan dan membereskan rumah, Viona duduk di teras rumah sambil melihat pemandangan sekitarnya.
            Dari kejauhan Tiara dan Kila melihat Viona yang duduk sendirian di teras rumah.
“Eh, Kila itu siapa ya, aku belum pernah melihatnya,” tanya Tiara sambil melihat Viona dari kejauhan.
“Emmm...aku juga gak tau dan tidak mengenalnya,” jawab Kila.
“Kita hampiri yuk....!” ajak Tiara sambil menarik tangan Kila ke arah rumah Viona. Ketika sampai di rumah Viona mereka berkenalan.
“Hei, bolehkah kita saling mengenal?” tanya Kila sambil mengulurkan tangannya ke arah Viona.
“Boleh aja,” jawab Viona lugu dan malu-malu.
“Siapa namamu?” tanya Tiara.
“Kenalin namaku Viona, kalian siapa?” tanya Viona kembali.
“Kenalin aku Kila dan ini temanku Tiara, kamu bersal dari mana?” ujar Kila.
“Oh, aku berasal dari Jakarta, rumah kalian di mana sih?” tanya Viona penasaran.
“Kalau rumahku di ujung pertigaan,” kata Tiara.
“Kalau aku di depannya toko Mahanti,” sahut Kila.
Karena terlalu asik mengbrol mereka jadi lupa waktu. Tak terasa mereka sudah 2 jam mengobrol di teras rumah Viona.
“Viona, masuk!” teriak kakak Viona dari dalam rumah.
“Ya, sebentar Kak,” ujar Viona
“Yaudah kami pulang dulu ya..! Tuh kakakmu udah nyariin kamu,” kata Tiara.
“Ya, besok ke sini lagi ya kalau ada waktu,” jawab Viona.
Akhirnya mereka semakin akrab, setiap hari bermain bersama, dan semakin lama menjadi teman dekat.
Hari ini berbeda dengan hari yang lain, Viona merasa kebingungan dan resah. Ternyata Viona mencari kalungnya yang hilang.
“Kamu, tahu nggak di mana kalungku?” tanya Viona dengan wajah yang cemas.
“Enggak, aku enggak tahu kok, emang kenapa?” jawab Kila sekaligus bertanya kepada Viona.
“Udahlah, kamu tahu nggak? kalau nggak tahu ya udah,” jawab Viona dengan wajah mulai kesal.
“Coba kamu tanyakan kepada Tiara, mungkin dia tau,” tegas Kila. Akhirnya mereka berdua pergi ke rumah Tiara.
“Tiara, kau yang menghilangkan kalungku ya?” tanya Viona sambil marah-marah kepada Tiara.
“Emmm... Coba kamu ingat-ingat dulu deh, di mana kamu terakhir melihatnya,” jawab Tiara dengan nada lemah lembut.
Setelah beberapa menit Viona mengingat, ternyata dia tidak melihat kalungnya setelah pulang bermain dengan Tiara dan Kila.
“Mungkin, kalungmu jatuh waktu bermain dengan kita,” ujar Kila untuk meredakan emosi Viona.
            Viona sudah mencari-cari di tempat mereka bermain, tetapi tidak membuahkan hasil.
“Ah, percuma aku tanya kalian, asalkan kalian tahu ya, kalung itu satu-satunya peninggalan dari mamaku, bagiku kalung itu sangat berharga, udahlah percuma aku ngomongin ini sama kalian, mulai detik ini kita tidak akan berteman, anggap saja kita tidak pernah saling mengenal,” ujar Viona karena sudah kesal terhadap mereka berdua.
Viona meninggalakan mereka dengan marah, padahal Tiara dan Kila baru tahu kalau mamanya Viona sudah meninggal. Dan kalung yang hilang itu adalah kalung peninggalan mamanya yang tentu sangat berharga.
“Udah, sabar aja, perkataan Viona tadi jangan dimasukkan  hati. mungkin karena emosi, dia jadi bilang kayak gitu,”  sahut Tiara sembari menenangkan Kila yang masih memikirkan perkataan Viona.
            Semenjak kejadian itu mereka tidak terlihat bermain bersama lagi. Beberapa hari ini Kila tidak melihat Tiara. Ketika Kila perjalanan menuju alfamart di dekat pertigaan, tiba-tiba terjadi sesuatu di depannya.
“Bruuuuuk!” terdengar suara yang sangat keras dari ujung jalan, Kila langsung berlari ke arah suara itu, ternyata itu kecelakaan.
“Tiara!” Kila langsung terkejut melihat kejadian tersebut, karena ternyata yang kecelakaan adalah temannya sendiri.
Kila dan warga yang ada di sana langsung bergegas membawa Tiara ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, setelah menunggu beberapa jam lama, akhirnya dokter keuar dari UGD.
“Bagaimana dok, keadaan teman saya?” tanya Kila dengan khawatir.
“Maaf kami sudah melakukan yang terbaik, namun ternyata teman adik tidak bisa ditolong nyawanya karena luka di kepalanya yang cukup serius,” jawab dokter.
“Maksud dokter teman saya meninggal?” tanya Kila lagi.
“Ya, sabar ya dek ini sudah kehendak dari Allah,” kata dokter sambil menenangkan Kila yang masih shock atas kejadian yang menimpa temannya.
Kila langsung menuju ke ruang jenazah dan melihat keadaan temannya yang sudah tidak bernyawa lagi. Kila mengamati jasad temannya, tak terasa dia mengeluarakan tetes demi tetes air mata.
“Tiara, kenapa kamu tega meninggalkanku, Viona sudah pergi meninggalkan kita, tapi kamu kenapa juga meninggalkanku Tiara?” kata Kila dengan tersedu-sedu.
 Untuk beberapa hari ini Viona harus pergi ke luar negeri karena papanya ada rapat di Singapura sekalian Viona diajak berlibur. Seminggu berlalu kini waktunya Viona pulang ke Kediri. Ketika di perjalanan Viona mengingat kedua temannya, tidak terasa sudah sebulan mereka tidak saling memberi kabar.
            Viona sudah punya rencana kalau sudah sampai di Kediri Viona akan langsung menemui Tiara dan Kila dan meminta maaf kepa keduanya.
“Kila!” teriak Viona dari kejauhan sambil berlari menghampiri Kila.
“Ini aku, kamu masih ingatkan?” tanya Viona dengan wajah gembira.
“Ya, Viona aku masih ingat dong pastinya,” jawab Kila.
“Dimana Tiara tolong panggilkan dia, aku mau minta maaf dan ini aku bawakan oleh-oleh utuk kalian dari Singapura.” kata Viona sambil menunjukkan oleh-olehnya.
“Itu Vin, Ti-Ti-Ti-Tiara anu...,” jawab Kila gugup. 
“Ada apa dengan Tiara, dia baik-baik sajakan?” tanya Viona yang mulai resah.
“Emmm…itu Vin Tiara...,” kata Kila sangat gugup.
“Kenapa, ada apa dengan Tiara?, katakan Kila,” ujar Viona yang bertambah bingung.
“Tiara sudah meninggal Vin, kemarin dia kecelakaan ditabrak motor,” ujar Kila dengan wajah tidak tega memberitahu kabar ini kepada Viona.
“He...he..hemmm.. kenapa Allah sangat tega kepadaku, mengapa Allah mengambil orang yang kusayangi, pertama mamaku, keduanya Tiara habis itu siapa lagi,” kata Viona dengan sedih yang sangat mendalam karena orang yang dia sayangi telah tiada.
“Padahal aku dulu marah-marah karena tidak senganja, aku emosi, karena panik, aku tidak mau lagi orang yangku sayangi pergi, maaf kan aku ya Kila, ku mohon!” pinta Viona.
“Ya, dari dulu sudah aku maafin kok, yang masalah Tiara jangan kamu fikirkan lagi, Tiara sudah tenang di alam sana, lebih baik kita menjalani hidup kita yang baru dan memulainya dari awal lagi, oke?” kata Tiara menyemangati Viona.
“Siap, oke bos, kita sahabat dan aku janji aku tidak akan mengulangi kejadian kemarin dan terus menjaga kamu, supaya kau tetap berada disampingku,” jawab Viona dengan lega.
Akhirnya mereka menjadi sahabat selamanya, mereka saling menjaga. Meskipun penyesalan Viona masih terpendam di dalam hatinya dan kesakitan hati Kila masih terasa, karena tingkah Viona. Namun mereka tetap bersahabat. Mereka tidak pernah mengingat hal yang pernah terjadi itu, karena bagi mereka itu adalah takdir sang kuasa. Atau mungkin itu adalah hal yang paling terbaik untuk mereka.
“Kapan-kapan kita ziarah ke makamnya Tiara ya?” tanya Viona.
“Ya, lah, bagaimanapun juga dia kan juga teman kita,” ujar Kila.

------^_^-------

Selasa, Januari 19, 2016

Teks Biografi : Muhammad bin Musa al-Khawarizmi

Nama   : Moh. Fanny Ridho W.
Kelas   : 8D                  No. : 07



Muhammad bin Musa al-Khawarizmi
Muhammad bin Musa al-Khawarizmi biasa disebut Al-Khawaritzmi adalah seorang ahli matematika, astronomi, astrologi. Beliau lahir sekitar tahun 780 Masehi di Khwarizm (sekarang Khiva, Uzbekistan) dan wafat sekitar tahun 850 Masehi di Baghdad Irak. Selama hidupnya, Al-Khawarizmi bekerja sebagai dosen di Sekolah Kehormatan di Baghdad, yang didirikan oleh Khalifah Bani Abbasiyah Al-Ma'mun, tempat beliau belajar ilmu alam dan matematika, termasuk mempelajari terjemahan manuskrip Sanskerta dan Yunani.
Kontribusi Al-Khawarizmi tidak hanya berdampak pada matematika saja, tetapi juga dalam kebahasaan. Kata algoritma diambil dari kata Algorismi, pelatinan dari nama Al-Khawarizmi. Nama AlKhawarizmi juga di serap dalam bahasa Spanyol Guarismo dan dalam bahasa Portugis, Algarismo yang berarti digit. Di Inggris menggunakan istilah algoritm, sedangkan di Spanyol guarismo, dan algarismo di Portugal.
Kata Aljabar berasal dari kata al-Jabr, satu dari dua operasi dalam matematika untuk menyelesaikan notasi kuadrat, yang tercantum dalam buku beliau yang berjudul “alKitab al-mukhtasar fi hisab al-jabr wa'l muqabala” atau "Buku Rangkuman untuk Kalkulasi dengan Melengkapakan dan Menyeimbangkan” yang ditulis pada tahun 820 Masehi. Buku pertama Al-Khawarizmi yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dikenal sebagai Liber algebrae et almucabala oleh Robert dari Chester (Segovia, 1145) dan juga oleh Gerardus dari Cremona pada abad ke-12.

Karena pengaruhnya yang besar di bidang aljabar, Al Khawarizmi dijuluki sebagai Bapak Aljabar. Namun, julukan itu diberikan pula pada Diophantus, seorang ilmuwan dari Yunani kuno. Al Khawarizmi diperkirakan meninggal sekitar 850 Masehi. Namun, karya-karya besarnya masih terus berkembang dan banyak dipelajari hingga saat ini.

Senin, Januari 18, 2016

Teks Resensi : Novel Kesatria Kuda Putih

Nama   : Moh. Fanny Ridho W.
Kelas   : 8D     No.  : 07
Napak Tilas Kiai As’ad Membela Negara
Judul Buku                  : Kesatria Kuda Putih : Santri Pejuang ( K.H.R. As’ad  Syamsul Arifin)
Penulis                         : Ahmad Sufiatur Rahman
Penerbit                       : Tinta Medina-Tiga Serangkai
Tahun Terbit                : 2015
Cetakan                       : Pertama, Mei 2015
Jumlah Halaman          : 210 halaman 
            Kesatria Kuda Putih adalah novel sejarah karya Ahmad Sufiatur Rahman. Novel ini bercerita tentang perjalanan hidup K.H.R. As’ad Syamsul Arifin melawan Belanda. Kiai As’ad terkenal sebagai ulama kharismatik pimpinan Pondok Pesantren Syafi’i Salafiyah Sukorejo, Situbondo. Perjuangan dahsyatnya yang terkenal dan beberapa kali dinapaktilasi salah satunya oleh Gus Dur, adalah gerilya perjuangan merebut gudang mesiu milik Belanda di daerah Dabasah, Bondowoso.
            Perjuangan ini berawal ketika Belanda mengadakan Agresi Militer I di Indonesia pada 16 Juli 1947. Operasi ini oleh Belanda disebut Operatie Product. Di Jawa Timur, pasukan Belanda mendarat di Teluk Meneng, Banyuwangi, dan Pantai Pasir Putih, Situbondo. Mereka juga dibantu oleh KNIL (Tentara Kerajaan Hindia Belanda), pasukan bayaran Gurkha bersenjata lengkap, tank, dan pesawat untuk merebut kembali Jawa Timur. Jika berhasil menguasai Jawa Timur, Belanda telah berhasil memutus hubungan kekuatan ujung timur Pulau Jawa dari Jawa bagian lain.
            Kiai As’ad tidak membiarkan Belanda menguasai Indonesia lagi. Ia kesal terhadap Belanda karena mereka telah mengkhianati Perjanjian Linggar Jati. Kiai As’ad bersama para pelopor di Sukorejo membuat strategi, yaitu dengan merebut alih gudang mesiu milik Belanda. Pada saat itu Kiai As’ad sudah tua, pelopor sebenarnya tidak ingin kiai As’ad ikut berjuang, tetapi Kiai As’ad tetap ingin berjuang.
            Kiai As’ad dan para pelopor menempuh jarak yang cukup jauh untuk menuju ke Bondowoso. Mereka melewati hutan rimba yang jarang dilewati orang dan gunung-gunung dengan jurang sangat terjal. Perjalanan itu mereka lakukan pada malam hari agar tidak diketahui oleh pihak Belanda. Hingga perjuangan pun usai, mereka berhasil mengambil alih gudang mesiu Belanda.
            Novel ini tidak fokus menceritakan Kiai As’ad, tetapi juga para pejuang lainnya yang melawan Belanda pada Agresi Militer I, seperti Letnan Nidin dan Letnan Soenardi, termasuk pula tokoh fiksi yang menjadi santri pejuang adalah Yusuf. Jika saja Sufi, membuat kisah nyata itu lebih halus dan dimasukkan ke dalam penceritaan akan lebih bagus. Mungkin penulis ingin menegaskan bahwa berita itu nyata dan dia khawatir jika berita nyata tersebut masuk dalam penceritaan akan bertambah dengan fiksi.

Di samping itu, novel berisi motivasi untuk para remaja zaman sekarang, yaitu tidak selamanya orang akan berbuat jahat, suatu saat pasti akan mendapat hidayah dari Allah. Semoga dengan membaca novel ini akan ada banyak generasi bangsa yang meneladani sikap Kiai As’ad yang berjuang keras untuk agama dan negara, tawadhu’, dan ikhlas.