Bulan yang Takkan Retak
Oleh: Kamila
Jam
menunjukkan pukul 9.30 WIB waktu pelajaran jam ke-4 telah selesai dan waktu
istirahat pun tiba. Pada hari itu, siswa kelas 5 banyak yang berpuasa sunnah
Senin-Kamis. Meskipun banyak siswa yang berada di dalam kelas, namun suasana di
dalam kelas tampak sepi karena mereka fokus pada laptop masing-masing.
Sedangkan teman yang tidak puasa menuju ke kantin untuk membeli makanan ringan
dan memakannya di luar kelas karena mereka semua ingin menghormati teman yang
sedang berpuasa.
Di kelas itu, ada empat sahabat yang bernama
Asma, Nadia, Dita, dan Rasti. Nadia sebangku dengan Asma, sedangkan Dita
sebangku dengan Rasti. Keempat sahabat
itu selalu bersama dalam suka maupun duka. Salah satu di antara mereka ada yang
bercita-cita menjadi seorang fotografer sehingga ke mana saja dan di mana saja
selalu membawa kamera yaitu Rasti. Pada hari itu, yang berpuasa hanya Rasti dan
Asma. Sedangkan Nadia dan Dita tidak berpuasa, akan tetapi yang pergi ke kantin
hanya Nadia karena Dita bilang bahwa dia sedang sibuk mengerjakan tugas.
“Dit, ayo ke kantin!” ajak Nadia
“Nggak ahh .... tugasku numpuk nih....,” tanggap Dita
Waktu pelajaran masuk jam ke-5 Nadia serta
teman-temannya pun masuk ke kelas menuju ke bangkunya masing-masing. Saat Nadia
menuju ke bangkunya dan menengok ke lacinya dan ternyata laptopnya sudah tidak
ada. Spontan Nadia berteriak dengan
lantang, ”Aaaaaaa....laptopku hilang,” Teman-teman yang semula fokus pada
laptop masing-masing, seketika itu pandangan mereka semua langsung tertuju pada
Nadia. Lalu Rasti menghampiri Nadia dan berusaha untuk menenangkannya. Waktu
itu, guru yang biasa mengajar pada jam tersebut sedang ada halangan jadi di
kelas 5 sedang jam kosong.
Nadia yang kehilangan laptop pun kebingungan
mencari laptopnya ke sana-ke mari dan berharap supaya laptopnya segera
ditemukan. Di tengah-tengah Nadia mencari laptop salah seorang sahabatnya yaitu
Dita menghampiri dan membisiki Nadia.
“Nadia, aku tahu siapa yang telah mengambil
laptopmu,” bisik Dita.
“Siapa, Dit?” tanya Nadia dengan wajah
penasaran.
“Pasti Asma, dia kan bangkunya di sampingmu dan
hanya dia yang tahu di mana kamu menyimpan laptopmu. Aku yakin bahwa dia yang
telah mencuri laptopmu karena aku
melihat dengan mata kepalaku sendiri bahwa dia melirikkan matanya ke setiap
sudut. Setelah situasi terlihat aman dia mulai menggerakkan tangannya menuju ke
arah lacimu lalu ia memasukkannya ke dalam tasnya. Kemudian saat waktu
istirahat telah habis dia langsung pura-pura tidur dengan pulas,” jelas Dita.
“Kalau nggak percaya, kamu geledah aja tasnya pasti ada
laptopmu,” tambah Dita. Karena bagi Nadia pernyataan Dita cukup meyakinkan, ia
pun percaya dengan ucapannya.
Teng...teng...tong...teng, bel tanda masuk
pelajaran jam keenam berbunyi. Seketika itu, Asma mengucek-ucek matanya karena
ia telah tertidur selama pelajaran kelima, Nadia menghampirinya dengan wajah
kesal, tanpa pikir panjang ia pun langsung menuduhnya yang enggak-enggak. “Kamu
kan yang ngambil laptopku? Alah ngaku aja, mana mungkin ada maling yang ngaku, kalo
maling ngaku pasti penjara penuh. Mana bawa sini tasmu biar aku geledah,” ujar
Nadia. Reflek, Asma langsung meneteskan air matanya.
“Kamu ini ngomong apa sih..? Mana mungkin aku
mengambil laptop sahabatku sendiri. Ini tasku geledah aja kalau nggak percaya,”
ujar Asma sambil memberikan tasnya kepada Nadia.“Alah sok nggak tau lagi...,” sahut
Nadia.
Setelah menggeledah tas Asma, Nadia pun akhirnya
menemukan laptopnya. Asma yang awalnya percaya diri, ia berfikir pasti tidak
ada laptop di tasnya karena ia tidak mempunyai laptop sama sekali, seketika itu
Asma langsung terkejut dan tidak percaya dengan apa yang telah ditemukan oleh
Nadia. Asma pun tetap tidak mau mengakuinya ia tetap teguh dengan pendiriannya.
“Tidak mungkin aku mencuri laptopmu dalam hidupku aku berjanji tidak akan
mencuri, apa lagi hari ini aku sedang berpuasa,” ucap Asma. Nadia pun keluar
kelas dan menuju ke ruang guru ia segera melaporkan kejadian yang telah terjadi
dan menuduh Asma di hadapan wali kelasnya yang bernama Pak Dadang. Setelah
mendengar semua laporan Nadia Pak Dadang tidak tinggal diam beliau segera
menuju ke kelas untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya.
“Apakah kamu benar yang mencuri laptopnya
Nadia?” tanya Pak Dadang kepada Asma.
“Tidak Pak, saya tidak mencuri laptopnya
Nadia,” jawab Asma sambil menggelengkan kepalanya. Berbagai pertanyaan pun dilontarkan
Pak Dadang kepada Asma dengan harapan supaya masalahnya cepat terselesaikan. Kemudian
Pak Dadang memanggil Nadia dan bertanya kepadanya, “Dari mana kamu tahu kalau
Asma yang telah mencuri laptopmu? Dan apa buktinya?”
“Dita Pak, yang memberi tahu saya. Buktinya laptop saya
ada di dalam tasnya Asma,” jawab Nadia ia pun merasa bukti itu cukup kuat. Di
tengah-tengah saat Pak Dadang menanyai Nadia, HP Pak Dadang berdering dan beliu
langsung meninggalkan kelas. Kemudian Nadia memanggil Dita harapannya supaya ia
dapat membantu menyelesaikan masalah.
Lalu salah seorang sahabat mereka yaitu Rasti
datang menghampiri mereka dengan membawa sebuah kamera kesayangannya. Dengan
wajah penasaran Nadia bertanya kepada Rasti, “Sepertinya ada yang mau kamu
bicarakan ya....? Jika iya apa yang mau kamu bicarakan?”
“Sebenarnya ada yang mau aku bicarakan, tapi...... nanti
ajalah sepulang sekolah, nanti kita kumpul di Taman Kirta ya.... Ntar aku akan
ceritakan semuanya,” tanggap Rasti
Mereka menjawab dengan serentak, “ OK,”
Sepulang sekolah mereka bersama-sama menuju ke Taman
Kirta kecuali Asma karena dia bilang ada acara keluarga yang sangat penting.
“Ayo ceritakan!” pinta
Nadia
“Sebenarnya..., yang mencuri laptomu itu Dita bukan Asma.
Tadi aku melihat Dita sedang mengendap-endap seperti hendak menuju ke bangkumu.
Kemudian aku mengikuti dari belakang dengan membawa sebuah kamera. Ketika dia
menengok kanan kiri, ia pikir tidak ada
yang melihatnya dan saat ia menoleh ke arahku, aku pura-pura aja baca buku. Dia
pun memulai aksinya setelah ia mendapatkan laptopmu langsung ia memasukkan ke
dalam tas Asma. Sedangkan saat itu Asma sedang tertidur pulas. Pas kejadian itu
aku langsung memotretnya,” jelas Rasti.
“Nggak mungkin Dita yang mencuri laptopku! Orang dia aja
yang ngasih tau aku kalo Asma yang mencuri laptopku,” ucap Nadia dengan rasa
tidak percaya.
“Apa buktinya?” tanggap Nadia
“Ini buktinya,” jawab Rasti sambil memperlihatkan foto yang ada di
kameranya.
“Jangan percaya sama Rasti, bisa saja kan itu hasil
editan. Dia sama Asma kan sama-sama puasa jadi bisa saja mereka bersekongkol,”
sahut Dita. Nadia sangat mudah dipengaruhi, Dita pun memanfaatkan keadaan itu
untuk membalas dendamnya. Nadia yang semakin tidak percaya akhirnya meninggalkan
semua teman-temannya, yang membuat kumpulan manusia itu juga bubar dengan rasa
kecewa yang masih menyelimuti Rasti, tapi kemenangan untuk Dita.
Hari berikutnya ketika Nadia lewat di depan
toilet, secara tidak sengaja ia mendengar suara Dita.
“Akhirnya aku bisa membalas dendamku pada Asma,” gerutu
Dita.
“Apa.....dendam? Apa maksudmu?” tanya Nadia dengan wajah
kesal sambil menghampiri Dita. Dita pun terpaksa menceritakan semuanya kepada
Nadia.
“Aku yang telah mengambil laptopmu dan menaruhnya ke
dalam tas Asma. Aku ingin membalaskan dendamku kepada Asma karena dia pernah
menyakiti perasaanku. Meskipun dia telah minta maaf padaku mengatakan kalau ia
tidak sengaja. Akhirnya aku melakukan hal itu supaya dia dibenci kalian semua,”
terang Dita.
“Oohhh jadi pas aku ajak ke kantin kamu nggak itu
gara-gara mau ngrencanain semuanya,” ujar Nadia.
“Iya...,tapi aku udah menyesal kok...karena aku baru
merasa kalau aku sudah membuat persahabatan kita menjadi renggang,” sesal Dita.
“Tapi tidak begitu juga caranya, kan bisa dibicarakan
baik-baik. Sekarang kamu harus menemui Asma untuk meminta maaf kepada mereka,”
Tanggap Nadia seraya berjalan menuju ke kantin untuk menemui Asma dan Rasti.
Sesampainya di kantin, Dita langsung memeluk Asma dan meminta maaf atas
perbuatannya.
“Maafkan aku ya...aku telah membohongi kalian semua....,”
ucap Dita dengan memohon sambil kepada ketiga sahabatnya.
“Maafkan aku juga ya...,” pinta Asma.
“Iya...jadi kita tetep sahabat kan...,” sahut Dita.
“Ya iyalah..., Sahabat Selamanya,” teriak Nadia dan Rasti
seraya mengajak berpelukan.
Saat itu juga mereka berjanji tidak akan saling
mengkhianati satu sama lain dan tetap menjaga persahabatannya sampai mati.